Pelapor Khusus PBB untuk Hak atas Kesehatan, Dainius Puras direncanakan mengunjungi Papua, 29-31 Maret 2017.
Rencana kedatangan Puras disambut baik legislator Papua, Laurensuz
Kadepa, anggota Komisi I DPR Papua bidang Pemerintahan, Politik, Hukum,
HAM dan Hubungan Luar Negeri.
Politisi Partai NasDem itu mengatakan, selama di Papua, Puras akan mengunjungi beberapa tempat.
"Saya minta pemerintah pusat memberikan akses yang luas kepada
pelapor khusus itu untuk bekerja lebih bebas tanpa intimidasi atau
apapun. Ini demi nama baik bangsa ini di mata dunia," kata Kadepa ketika
menghubungi Jubi, Senin (6/3/2017).
Ia juga mengingatkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua segera
berkoordinasi dengan pemerintah pusat untuk memastikan kunjungan pelapor
khusus PBB itu, dan pemerintah tidak menghalangi Puras ke Papua.
"Pesan saya untuk masyarakat Papua dan semua organisasi yang ada,
tetap menciptakan situasi yang aman. Pelapor khusus PBB ke Papua butuh
ketenangan. Butuh data dan ketenangan untuk melihat situasi Papua,"
ujarnya.
Sehari sebelumnya, Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian
dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, Yan Christian
Warinussy meminta seluruh komponen rakyat Papua di tanah Papua
mempersiapkan diri menerima kehadiran pejabat PBB.
“Kedatangan kedua pelapor khusus PBB tersebut akan terkait erat
dengan situasi dan kondisi HAM yang terjadi di Tanah Papua. Data-data
teraktual sudah diterima baik secara langsung maupun melalui berbagai
jaringan advokasi HAM di seluruh dunia,” kata Yan Christian Warinussy.
Warinussy menjelaskan kedatangan kedua pelapor khusus PBB tersebut
harus disambut dan disiapkan dengan baik oleh semua komponen rakyat
Papua.
Warinussy mendesak Pemerintah Indonesia untuk memberikan akses yang
seluas-luasnya bagi kedua pelapor khusus PBB tersebut untuk bertemu
dengan seluruh komponen rakyat sipil (adat) dan para korban pelanggaran
HAM serta berbagai institusi yang terkait di Tanah Papua.
Pekan lalu, kepada Jubi di Jenewa, asisten pelapor khusus bidang
kesehatan, Dolores Infante menyampaikan kedatangan pelapor khusus antara
lain akan mengunjungi pusat kesehatan masyarakat dan rumah sakit umum.
"Kesehatan ibu dan neomaternal, kesehatan anak-anak, sistem
imunisasi, kesehatan mental dan emosional merupakan bagian yang penting
dalam kunjungan ini," kata Dolores.
Dainius Puras dan Dolores dijadwalkan bertemu dengan kelompok masyarakat
sipil Indonesia di Jakarta pada tanggal 25 Maret. Lalu berkunjung ke
Papua pada tanggal 29-31 maret dan lalu kembali ke Jakarta.
Sekretaris Dua misi Indonesia di Jenewa, Irwansyah Mukhlis,
mengatakan kunjungan Pelapor Khusus ini merupakan komitmen Indonesia
untuk memperbaiki situasi Hak Asasi Manusia di Papua sekaligus
menunjukkan kepada PBB, Indonesia bisa bekerjasama dalam prosedur dan
mekanisme yang dimiliki oleh PBB.
“Kalau kunjungan pelapor khusus ini aman dan lancar, berikutnya bisa
kita undang lagi pelapor khusus lainnya untuk dating ke Papua,” kata
Irwansyah.
Sejak tahun 2000, dua pelapor khusus telah datang berkunjung ke
Papua. Pada tahun 2007, Hina Jilani, pelapor khusus PBB untuk Pembela
HAM berkunjung ke Papua. Ia sempat bertemu dengan komunitas masyarakat
sipil Papua dan korban-korban pelanggaran HAM di Papua. Lalu pada tahun
2008, Manfred Nowak, pelapor khusus PBB bidang penyiksaan berkunjung ke
Papua dan menemui beberapa korban penyiksaan.
Meski demikian, tidak semua pelapor khusus yang ingin berkunjung ke
Papua diizinkan oleh pemerintah Indonesia. Dua pelapor khusus yang tidak
mendapatkan izin berkunjung ke Papua dalah David Kaye, pelapor khusus
bidang kebebasan berskpresi pada tahun 2015 dan Frank LaRue, pelapor
khusus bidang yang sama pada tahun 2013. (*)
http://tabloidjubi.com/artikel-4326-pelapor-khusus-pbb-untuk-kesehatan-akan-ke-papua-akhir-maret.html
Rabu, 08 Maret 2017
Senin, 06 Maret 2017
Evidence of Violence by Indonesia Militerism to West Papua People (BUKTI KEKERASAN INDONESIA TERHADAP PAPUA)
Violence against people of Papua are becoming increasingly, the violence typically occurs among adolescents / youth where as the backbone of the nation of Papua.
Now the day to day life did not feel pleasant and peaceful as it should be free in the land of his ancestors, space to move increasingly limited, mouth always was silenced for the muzzle, hot iron and rattan rope
Have been killed and many now live in the sheets family name and history as a nation that is fair and equitable to the dignity as well as other nations around the world.
Some evidence I upload the photos that have this as evidence of a million human rights violations have been made by Indonesia to the people of Papua.
we also want to live, we also want to be free we also want to build our own nation as nations - other nations in the world.
We are brothers and sisters listen to the cries and screams of the Papuan nation and get on to others so that every person and of the heart open to discuss the issue of Papua in the International Agenda in order to encourage problem solving Papua Namely REFERENDUM.
Now the day to day life did not feel pleasant and peaceful as it should be free in the land of his ancestors, space to move increasingly limited, mouth always was silenced for the muzzle, hot iron and rattan rope
Have been killed and many now live in the sheets family name and history as a nation that is fair and equitable to the dignity as well as other nations around the world.
Some evidence I upload the photos that have this as evidence of a million human rights violations have been made by Indonesia to the people of Papua.
we also want to live, we also want to be free we also want to build our own nation as nations - other nations in the world.
We are brothers and sisters listen to the cries and screams of the Papuan nation and get on to others so that every person and of the heart open to discuss the issue of Papua in the International Agenda in order to encourage problem solving Papua Namely REFERENDUM.
Kekerasan terhadap orang papua
semakin hari makin meningkat , kekerasan tersebut biasanya terjadi dikalangan
remaja / pemuda yang mana sebagai tulang punggung Bangsa Papua .
Kini hari kehari hidupun tak
terasa menyenangkan dan damai sebagaimana harus bebas ditanah leluuhurnya
, ruang gerak untuk beraktivitas semakin
terbatas , mulut selalu terbungkam untuk oleh moncong senjata , besi panas dan
tali rotan
Telah banyak sudah yang dibunuh
dan kini tinggal nama dilembaran keljuarga dan sejarah sebagai sebuah bangsa
yang adil dan bermatabat serta merata dengan bangsa lain diseluruh dunia.
Beberapa bukti foto yang telah
aku uploadkan ini menjadi barang bukti dari sejuta pelanggaran HAM yang telah
dilakukan indonesia kepada orang papua.
kami juga mau hidup , kami juga mau bebas kami juga ingin membanngun bangsa kami sendiri seperti bangsa - bangsa lain di belahan dunia .
kami juga mau hidup , kami juga mau bebas kami juga ingin membanngun bangsa kami sendiri seperti bangsa - bangsa lain di belahan dunia .
Mohon saudara-saudari
dengarkanlah tangisan dan jeritan bangsa Papua ini dan teruskanlah kepada
sesama agar setiap orang dan negara membuka hati untuk membicarakan masalah
Papua di Internasional guna mendorong Agenda penyelesaian masalah Papua Yaitu
REFERENDUM .
Langganan:
Postingan (Atom)